Hmm...entah kenapa kemaren saya bisa ngobrolin 1 hal yang sama dengan 2 orang yang berbeda, hehehe...
Kmrn ada Dian ke kamar gw, dan dia cerita banyak soal dirinya. Dia dah mo nikah bo!! Wew... Dan gw cukup amazing dengan cerita dia yang kaya sinetron Indonesia, hehehe... Cuma bukan masalah ke-sinetronan-nya itu yang bikin gw mikir, tapi alesan kenapa sekarang dia nerima "calon suami" nya itu. Cuma satu kata, tapi bikin gw mikiiiirrrr banget2, hufff... Ya, pas gw tanya alesan dia, dia cuma jawab "KELUARGA". Wakkkksss...satu kata yang sangat menohok, hehehe....ini bukan lebay, tapi kenyataan. Ya, alesan dia bisa nerima pacarnya itu karena dia ngeliat dari keluarga pacarnya itu nerima dia banget.
Dari kata itu gw jadi mikir betapa penting peran sebuah keluarga besar itu bisa nerima lo jadi bagian keluarganya. Karena yang namanya sebuah hubungan yang serius itu memang seharusnya memikirkan ke arah sana. Yaaah...sebuah pernikahan berarti menyatukan dua keluarga besar dengan berjuta-juta pandangan yang berbeda. Belum tentu seluruh anggota keluarga pasangan lo bisa nerima lo apa adanya dan adanya apa. Cuma, bagaimana pasangan itu bisa menyiasatinya (halaaaahh jiga naon wae, wakakak). Ckckck...sangat kontras sekali dengan diriku, hehehe...
Satu pembicaraan lagi dengan tema yang hampir mirip, tapi kesimpulan saya tetep, KELUARGA, hehehe. Pembicaraan kedua ini antara saya, Devan dan Vika. Kita lagi-lagi membicarakan masalah pasangan dan keluarganya, cuma dari perspektif yang berbeda. Kali ini melihat sudut pandang (halaahhh..) background keluarga, alias dari suku mana kita berasaaaal...? Ternyata masalah ini juga sangat-sangat penting (oo pastinyaaa...karena saya sudah mengalaminya sendiri, hehehe). Sebuah pernikahan juga harus memikirkan masalah ini karena akan menyatukan 2 suku yang berbeda (yaa ini kalo lo dan pacar lo beda suku, misalnya Batak ma Jawa, Jawa ma Sunda, Sunda ma Cina, Cina dan Madura (lho?), hehehe). Dan kesimpulan gw lagi2 masalah ini adalah masalah yang penting karena sangat prinsipil (hiyyyaaa....kaya AADC ajah..). Setiap keluarga memiliki aturan sendiri soal konsep pernikahan dengan mengacu kepada darimana suku keluarga tersebut. Sebagai contoh, kemaren Vika cerita kalo dalam keluarganya dia yang bersuku Jawa itu ga ada campurannya ma suku Sunda karena keluarganya dia pengennya anak cucunya itu nikah sama Jawa lagi. Jadi bakal rada-rada gimanaaaa gitu kalo ada yang nikah sama Sunda.
Dari kesotoyan gw (hehehehe), gw bisa ngeliat masalah ini dari 2 sisi yang berbeda. Saat lo mengacu kepada adat dan tradsi yang udah jadi turun temurun, wajar kalo hal kaya gini terjadi, karena sebuah pernikahan akan menghasilkan sebuah keturunan yang akan menjadi goresan sejarah hidup sebuah keluarga yang permanen (hwakakakak...bahasa gw begini amat). Kenapa gw bilang permanen? Ya karena keturunan yang berwujud seorang anak itu akan memiliki prentel-prentelan (halaaahh...naon deui ieu...) yang asalnya dari generasi sebelumnya. Misalnya, lo yang orang Sunda, yang notabene memiliki fisik seperti orang-orang Indonesia pada umumnya (yaa ga usah gw jelasin juga sii...poko'y lo tau lah macam mana orang-orang pribumi kita yang banyak jadi inceran bule-bule, hihihi...), nikah sama orang dari etnis Tionghoa yang memiliki ciri-ciri fisik: mata sipit, kulit berwarna terang, rambut lurus (lho? qo gw jd kaya de javu ya? hahahaha...). Maka otomatis anak yang dihasilkan (caelaaahhh...kaya yg tau aja cara menghasiilkan anak tuh kaya gimana, wakakak) bakal punya percampuran antara kedua suku tersebut. Nah...kalo udah kaya gitu bakal jadi permanen kan (yaaa kecuali lo operasi pelastik yang hasilnya "untung-untungan" itu, hihihi). Bagaimanapun rupanya, hasilnya bakal jadi hasildari random-an kedua orang tua lo. Jadi, kesimpulannya, mungkin orang-orang yang menganut "paham" ini memikirkan ke arah sana. So, dari awal udh ada warning kl si "ini" harus nikahnya sama si "ini", ga boleh sama si "itu" (halaaahh...naon sii miitttt).
Sisi yang kedua, adalah dengan mengacu pada zaman kemodernan, yaaa kaya era reformasi gitu deeh, jadi semua orang bebas memilih apapun yang jadi pilihan hidupnya sendiri, asal bisa dipertanggungjawabkan. Yang gw maksud disini adalah kita bebas memilih pasangan hidup kita, apapaun background keluarganya, yang penting lo nyaman ama pasangan lo itu, karena yang bakal menjalani kehidupan itu ya lo berdua, masa iya rumah tangga lo mo terus-terusan direcokin ama campur tangan seluruh keluarga lo,kan kesian keluarga besar lo harus ikut-iktan kalo lo ada masalah ma pasangan lo. Jadi kalo dalam sisi yang kedua ini, bukan berarti lo ninggalin adat dan tradisi keluarga lo, karena itu masalah yang ga boleh ditinggalin. Tapi, bukan berarti juga lo terus terkungkung dalam satu lingkaran besar tanpa bisa melangkah keluar sedikit pun. So, dalam sisi ini gw mengibaratkan seperti rantai. Lo boleh mengaitkan lingkaran punya lo dengan lingkaran laennya, dan lingkaran laen juga boleh mengaitkannya sama lingkaran laen. Nah kalo banyak ikatan lingkaran-lingkaran itu kan ntar rantainya jadi panjang, trus kalo panjang kan jadi bisa digunain untuk banyak hal, ya buat apa kek, buat ng'rantai mobil biar ga dicuri, buat ngerantai pager rumah orang kalo rumahnya disita, hahaha...qo malah jd ga nyambung gini sii... Ngga2, maksud gw, kalo kita punya sebuah keluarga yang besaaaaarrr dengan background keluarga yang berbeda-beda, bukannya malah jadi indah ya? Kan kita bisa mengaplikasikan Bhinneka Tunggal Ika, walapupun berbeda-beda tapi tetap satu tujuan (hehehehe...hapalan jaman SD banget...). Saat kita butuh untuk berhubungan dengan suku laen ada yang bisa bantu, misalnya lo pergi ke Padang dan butuh tempat buat tinggal sementara, eh ada si A, sodara jauh kita dari si B, yang tinggal di Padang juga, jadi bisa numpang nginep deh, hehehe. Nah kan jadi bisa ada yang membantu karena orang itu adalah keluarga kita sendiri, walapun bukan dengan jarak hubungan saudara yang dekat, tapi bisa ada komunikasi untuk saling tolong menolong.
Yaahhh...seperti itulah pandangan saya tentang "penyatuan dua keluarga". Dan saya pribadi pilih yang kedua (walaupun pada kenyataannya belum seperti itu, hehehe). Kalo kamu? Pilih yang mana?
Bismillah, Selamat datang 2020, Terima kasih 2019
4 tahun yang lalu
5 komentar:
lah jd curhat die..
inget mit, label 9 dari 10 omongan devan itu curhatan, bakal nular ke elo sepertinya. hahaha
Mita,,ad ap dengan dirimu???huhuhu
Postingnya baguuuuuuuuuuuuuuus..
hehehehe...biasa rin, curcol, hahahaha...xD
ah devan mah mang suka "cerita", hahaha...
haha, gak nyangka elu suka nulis juga, ternyata kisah hidup lu konyol juga....
-Bujaw-
Posting Komentar